Sebaran.com, MAKASSAR – Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) apresiasi dan mendukung penuh kegiatan buka-tutup sementara kawasan tangkap gurita, yang dilaksanakan oleh nelayan di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang, Makassar.
Kegiatan buka-tutup sementara ini dinilai sangat penting guna menjaga keberlanjutan perikanan, khususnya gurita, tidak hanya akan dinikmati sekarang, namun juga untuk anak dan cucu di masa yang akan datang.
“Kalau laut tidak kita dijaga, 10 atau 20 tahun mendatang anak cucu kita akan mencari ikan di mana, akan semakin jauh, seperti yang terjadi Barrang Lompo,” ungkap Muhammad Ilyas, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, dalam diskusi dengan nelayan, di Pulau Lanjukang, Sabtu (16/9/2023).
Buka-tutup kawasan untuk perikanan kecil gurita ini adalah bagian dari program penguatan ekonomi dan konservasi gurita berbasis masyarakat (Proteksi Gama) yang dilaksanakan oleh YKL Indonesia atas dukungan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia.
Ilyas menilai apa yang dilakukan nelayan Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang ini perlu dicontoh oleh nelayan di pulau lain, sehingga meskipun program ini akan segera berakhir, akan dilanjutkan oleh DKP provinsi.
Buka-tutup sementara ini juga dinilai sejalan dengan program Penjabat Gubernur Sulsel yang baru terkait ketahanan pangan, sehingga harus didukung penuh, tidak hanya di Pulau Langkai dan lanjukang, namun juga di lokasi-lokasi lain.
“Ini harus diperluas jangkauan di lokasi lain, nanti kami di DKP yang akan lanjutkan,” katanya.
Menurut Erwin, salah satu nelayan Pulau Langkai, kegiatan buka-tutup ini telah dilakukan sebanyak 3 kali, dan kegiatan kali ini adalah yang keempat kalinya. Penutupan sementara dari tanggal 16 September hingga 17 Desember 2023. Hasilnya selama ini terjadi peningkatan tangkapan gurita dan perbaikan terumbu karang.
Seluruh kegiatan penangkapan dilarang pada area buka tutup selama 3 bulan, kecuali memancing dengan kapal yang terus bergerak. Apalagi menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
“Hanya saja tantangan kami adalah adanya nelayan dari luar yang datang beraktivitas di lokasi buka-tutup dan seringkali datang di malam hari, sehingga sulit untuk diawasi,” katanya.
Menanggapi keluhan ini, Ilyas berjanji akan membantu masyarakat dalam melakukan sosialisasi melibatkan masyarakat nelayan di pulau lain sekitar.
“Nanti kita undang lurah dan para Pokmaswas berkumpul untuk komunikasikan hal ini, supaya mereka tahu kapan pembatasan dilakukan, kapan boleh menangkap dan alat tangkap apa yang boleh digunakan,” kata Ilyas.
Setelah sosialisasi, lanjutnya, akan dilakukan patroli bersama dan penindakan bagi nelayan-nelayan yang beraktivitas di lokasi yang ditutup sementara tersebut, khususnya di waktu malam.
“Nanti kita bisa lakukan patroli malam supaya ada efek mereka merasa diawasi. Jadi pendekatannya adalah sosialisasi dulu kemudian pengawasan, Nanti kami datang berkemah di sini, kita tunggu adakah yang datang malam-malam, bisa ditangkap, kan kita sudah sampaikan di sosialisasi.”
Hary Rustam Tawainella, Kepala Bidang Pengawasan DKP Sulsel, menyatakan vitalnya fungsi kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) dalam menjaga dan mengawasi laut, sehingga harus diperkuat dan difasilitasi dengan sarana dan prasarana yang memadai.
“Setiap pokmaswas itu kami bekali dengan sarana dan prasarana, ada seragam dan kamera. Fungsi pengawas itu ada tiga melihat, mendengar dan melaporkan dan tidak bisa melakukan penindakan. Jadi harus dilengkapi dengan alat komunikasi dan dokumentasi,” ujar Hary Rustam.
Alfonsius, dari Polisi Perairan (Polair) Polda Sulsel, menyatakan pentingnya pokmaswas dilengkapi juga dengan tanda pengenal khusus sehingga memiliki legitimasi yang kuat ketika menjalankan perannya mengawasi.
“Nelayan itu kan bukan dari sini saja yang melaut, mungkin bagusnya tim pengawas diberi id card agar bisa lebih didengar oleh nelayan lain, agar tidak malah jadi konflik ketika dipertanyakan otoritasnya,” kata Alfonsius.
Menurut Nirwan Dessibali, Direktur YKL Indonesia, salah satu dampak pelaksanaan sistem buka-tutup ini adalah terjadinya pemulihan ekosistem terumbu karang dengan tutupan 5-10% karang hidup.
“Secara ekonomi juga berdampak pada harga jual gurita yang lebih baik karena gurita hasil tangkapan jauh lebih besar,” ungkapnya.
Dalam kunjungan ke kedua pulau ini, Kadis DKP Sulsel juga melakukan pemasangan pelampung dengan bendera sebagai tanda batas wilayah buka-tutup secara simbolik. Pengawasan bersama dan pembinaan serta penyerahan SK Pokmaswas Mutiara Laut Pulau Langkai. Ilyas juga berjanji untuk membantu perbaikan infrastruktur, seperti dermaga dan tambatan perahu yang sangat dibutuhkan nelayan.
Dalam kunjungan ini turut hadir perwakilan BPSPL Makassar, CDK Mamminasata, Dinas Perikanan dan Pertanian Kota Makassar, Lurah Barrang Caddi, Penyuluh Perikanan, Bhabinkamtibmas dan Babinsa. Rombongan juga melakukan pelepasan 50 tukik penyu sebagai bagian dari program donasi dan adopsi penyu yang dikembangkan nelayan Pulau Lanjukang.(*)
Tinggalkan Balasan