Sebaran.Katasulsel.com Soppeng – Suasana duka menyelimuti Desa Marioritengnga, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng, setelah seorang ayah, Wahyuddin Arifin alias Bang Kiloo (45), seorang petani, mengakhiri hidupnya dengan tindakan bunuh diri.
Tragedi ini semakin menyedihkan ketika diketahui bahwa almarhum telah meninggalkan sebuah surat wasiat pembagian harta untuk keempat putrinya. Kejadian ini terjadi pada Jumat, 30 Juni 2023.
Dalam surat wasiat tersebut, almarhum Wahyuddin Arifin secara rinci membagi harta yang dimilikinya kepada keempat anak perempuannya. Putri pertamanya adalah Titi Rahmayanti (24), seorang honorer di SMAN 5 Soppeng.
Kemudian, ada Nahda Azzamzam (15), seorang pelajar yang masih belajar di Sanuale. Kembali pada putri ketiga, Kembi Arearahma (22), yang juga tinggal di Sanuale. Terakhir, ada Bogan Arifin (19), putri bungsu almarhum yang juga berdomisili di Sanuale.
Surat wasiat tersebut memuat kata-kata penuh haru yang ditulis di atas selembar kertas putih. “Assw, Anak-anakku Tersayang, DARENA, Emma LAPPAE, DARENA, Emby YATTANG BATU MATEDONGE, —–, —–, Ogang ALETELLANG, —–, —–, AGEL ELLE SIKOLA BOLA, ADANPENGENKA NAK SAYANG, EMGY EMMA, ANRIMMU, ADDAMPENGENKA INDO, TASSE ANDY IPARKU, SEMUAX AK PUNYA KELUARGA,” begitu bunyi isi surat wasiat tersebut.
Titi, salah satu anak kandung almarhum, mengungkapkan bahwa ayahnya sempat melaksanakan sholat Duha tadi pagi sebelum mengambil keputusan tragis ini. “Ayahku adalah orang yang sangat beriman, namun entah mengapa dia harus melakukan hal ini,” ujarnya sambil berlinang air mata.
Tim gabungan inafis, bersama dengan tim medis Puskesmas Gorie dan jajaran Polsek Marioriwawo, telah melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Berdasarkan kesimpulan Kanit Reskrim AIPDA Arman dan Kanit Intel AIPDA Tahang, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban.
Dengan demikian, kematian Wahyuddin Arifin dianggap sebagai kasus bunuh diri. Meskipun demikian, keluarga korban menolak untuk melakukan otopsi terhadap jasad almarhum, lebih memilih untuk segera melaksanakan proses pemakaman.
Tragedi bunuh diri ini meninggalkan luka yang mendalam di hati keluarga dan masyarakat setempat.
Keempat putri yang ditinggalkan oleh almarhum kini harus menghadapi kenyataan yang memilukan ini. Mereka harus menghadapi masa depan tanpa kehadiran seorang ayah yang telah meninggalkan warisan yang tak terlupakan.
Wasiat yang ditinggalkan oleh almarhum Wahyuddin Arifin menjadi beban emosional bagi keempat putrinya, yang harus membagi harta warisan tersebut sesuai dengan instruksi yang ditinggalkan oleh sang ayah.
Pembagian harta warisan dalam surat wasiat tersebut menyiratkan kecintaan yang mendalam dari Wahyuddin Arifin kepada anak-anak perempuannya. Setiap nama yang tercantum dalam surat tersebut menyiratkan rasa sayang dan perhatian yang tak terhingga dari sang ayah.
Namun, membagi harta warisan tidaklah mudah bagi keempat putri tersebut. Selain menghadapi beban kesedihan atas kehilangan ayah, mereka juga harus mengatasi konflik internal yang mungkin timbul dalam proses pembagian harta.
Keadaan semakin memburuk ketika keluarga korban menolak untuk melakukan otopsi terhadap jasad almarhum. Hal ini membuat penyelidikan lebih lanjut terkait motif bunuh diri Wahyuddin Arifin menjadi sulit dilakukan.
Masyarakat setempat pun terguncang dengan tragedi ini dan berduka cita mendalam atas kehilangan seorang sosok yang dikenal sebagai petani yang rajin dan penuh dedikasi.(*)
Tinggalkan Balasan