Kepri, Sebaran.com — Kepala Biro sekaligus wartawan radarkepri.com, Aliasar, resmi membuat laporan pengaduan ke Polda Kepri, Sabtu (26/10) siang. Aliasar melaporkan Sekwan Lingga, Saparudin, terkait dugaan pengancaman ke dirinya.

Laporan pengaduan secara tertulis dilengkapi dengan uraian singkat tentang kronologis peristiwa dugaan pengancaman itu diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di Polda Kepri, Nongsa, Kota Batam.

Laporan pengaduan diterima petugas piket, Briptu Alfa Gulf Asmara.

“Kami terima laporan pengaduannya pak. Kami proses sesuai prosedur,” ucapnya ke Aliasar disaksikan langsung Pimpinan Redaksi radarkepri.com, Irfan Antontrik ST.

Pasca laporan pengaduan diterima, polisi akan memanggil sejumlah orang yang mengetahui dan menyaksikan kejadian tersebut untuk dimintai keterangan termasuk terlapor.

Kasus pengancaman terhadap pekerja pers, khususnya wartawan ini diharapkan mendapat atensi dari Polda Kepri karena sejatinya polisi dan jurnalis adalah mitra kerja.

“Kita berharap ke Kapolda Kepri, Irjen Pol Yan Fitri Halimansyah, memberi atensi sehingga dapat dituntaskan,” pungkas Aliasar usai membuat laporan.

Sebelumnya, pemberitaan masif yang menyoroti segudang kasus dugaan korupsi yang membelit Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, Safarudin, ternyata mulai membuatnya resah.

Tak hanya panik, sang pejabat itu pun mulai hilang kendali. Hingga puncaknya pada Rabu 23 Oktober 2024. Ia diduga menebar ancaman pada wartawan media daring radarkepri.com dengan pecahan botol minuman beralkohol.

Sebelumnya media tersebut memang gencar mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan pohon bonsai yang diduga melibatkan istri Bupati Lingga.

Namun bukannya membuat klarifikasi, Safarudin justru diduga mengepung dan mengancam seorang wartawan RadarKepri.com, Aliasar, di salah satu tempat di Kelurahan Pancur, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, kemarin.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Iskandar Syah, angkat bicara.

Secara tegas ia mengecam aksi pengancaman terhadap salah seorang wartawan yang bertugas di Kabupaten Lingga itu oleh oknum pejabat setempat tersebut.

“Jika itu benar terjadi, tentunya kita sangat menyayangkan atas kejadian tersebut,” ungkapnya, Jumat malam (25/10).

Seharusnya, sambung Iskandar, pejabat publik seperti Sekwan itu, memahami bahwa jurnalis bekerja dilindungi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers mengatur berbagai hal terkait pers di Indonesia.

“Di UU 40 Tentang Pers jelas, kemerdekaan pers merupakan hak asasi warga negara dan wujud kedaulatan rakyat. Pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dan gagasan,” jelasnya.

Seharusnya, jika oknum pejabat tersebut merasa tidak puas dengan karya jurnalistik yang sudah diterbitkan oleh media tempat wartawan itu bekerja, bisa melakukan hak jawab (klarifikasi).

“Bukan semena-mena seperti preman. Saya sudah baca beritanya. Di isi berita yang diterbitkan saja saya nilai sudah mengerikan sekali, sampai ada pengancaman menggunakan botol minuman beralkohol yang sudah dipecahkan. Terus ada kata-kata yang tak pantas diucapkan oleh oknum pejabat tersebut ke wartawan. Itu maksudnya apa coba,” tegas Iskandar.

Dia menjelaskan, menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran hukum yang dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

“Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers,” tutur Iskandar.

Ia mengungkapkan, tindakan yang termasuk menghalangi kerja jurnalis di antaranya merampas peralatan kerja jurnalis, mengintimidasi dan melakukan persekusi terhadap jurnalis, membatasi pertanyaan jurnalis, melarang, menghalangi, atau mengusir wartawan.

Jurnalis memiliki hak dan perlindungan hukum yang dijamin oleh Pasal 8 UU Pers. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan hukum tersebut.

Tugas jurnalis adalah mencari dan mengumpulkan informasi yang akurat dan relevan untuk disampaikan ke publik.

“Hal ini tak bisa berlarut-larut terjadi demi kebebasan pers di Indonesia, khususnya di Kepri,” katanya.

Sementara itu, kecaman juga diutarakan Ketua Umum PP IWO Teuku Yudhistira. Menurutnya, perbuatan tersebut jelas tidak bisa ditolerir.

“Bulan hanya melanggar UU Pers, namun jika memang terbukti, apa yang dilakukan oknum Sekwan DPRD Lingga itu jelas sebuah tindak pidana yang harus dilanjutkan ke ranah hukum,” tegasnya di Jakarta, Jumat (25/10).

Untuk itu pula, lanjut Yudhis, sebagai pimpinan, ia meminta rekan-rekan IWO di Kepri untuk segera melaporkan kasus ini secara resmi ke pihak kepolisian.

“Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan. Harus dilaporkan segera ke pihak kepolisian agar ke depan bisa menjadi efek jera bagi pejabat bermental preman seperti Sekwan ini. Dan IWO akan mengawal kasus ini sampai tuntas,” pungkasnya.

Dapatkan berita terbaru di Sebaran.com