Makassar, Sebaran.com – Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Wajo, Sidrap, dan Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam beberapa hari terakhir, telah menimbulkan dampak signifikan, meski situasinya dinyatakan masih terkendali oleh pihak berwenang.
Bencana ini, yang disebabkan oleh cuaca buruk di timur Sulsel, menimbulkan tantangan bagi masyarakat dan pihak berwenang dalam mengelola penanganan dan dampaknya.
Banjir di Kabupaten Wajo, terutama di Kecamatan Pitumpanua, telah merendam 10 desa dan berdampak pada 10.752 jiwa.
Sebanyak 3.173 unit rumah terendam air, namun menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel, Amson Padolo, situasi terkendali.
“Saat ini, air sudah mulai surut, dan tidak ada laporan korban jiwa,” ujar Amson.
Meski demikian, banjir di Wajo bukan hal baru, karena daerah ini memang dikenal sering mengalami banjir saat musim hujan.
BPBD Sulsel berkoordinasi dengan BBWS Pompengan-Jeneberang untuk menangani masalah ini secara berkelanjutan.
Di Kabupaten Sidrap, banjir mengakibatkan kerusakan yang cukup parah di beberapa kecamatan.
Di Kecamatan Pitu Riase, Desa Tana Toro mengalami longsor dan jalan amblas, sementara di Desa Bola Bulu, sekitar 275 rumah terendam, mempengaruhi 280 kepala keluarga atau 1.500 jiwa.
Di Kecamatan Dua Pitue, banjir merendam 53 rumah di Kelurahan Tanrutedong yang dihuni oleh 58 KK atau 142 jiwa, serta 34 rumah di Desa Kampale yang berdampak pada 358 KK atau 1.047 jiwa.
Kondisi ini menggambarkan dampak luas yang dirasakan masyarakat Sidrap akibat banjir.
Kabupaten Enrekang juga terkena dampak banjir, terutama di Kecamatan Enrekang, Kelurahan Lewaja, dan Kecamatan Cendana, Desa Taulan.
Ketinggian air mencapai 150 cm pada 2 Agustus lalu. Meskipun situasi di Enrekang cenderung stabil, pihak BPBD terus memantau perkembangan untuk memastikan keselamatan warga.
Prakirawan Cuaca BBMKG Wilayah IV Makassar, Muhammad Sultan Djakaria, menyampaikan bahwa prediksi cuaca untuk tiga kabupaten tersebut bervariasi.
Enrekang diperkirakan akan mengalami hujan dengan intensitas bervariasi, sedangkan Sidrap diprediksi akan menghadapi hujan ringan dengan kondisi angin dalam kategori normal.
Untuk Wajo, musim hujan diperkirakan akan berlanjut hingga Desember 2024, sementara sebagian wilayah Sidrap dan Enrekang timur telah memasuki musim kemarau sejak Juli dan Agustus.
Djakaria menekankan bahwa intensitas hujan yang terjadi masih dalam batas wajar untuk transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
“Kondisi ini merupakan bagian dari siklus cuaca tahunan dan diharapkan tidak mengakibatkan dampak yang lebih parah,” ungkapnya.
Amson Padolo juga mengimbau masyarakat Sulsel untuk selalu memperhatikan keselamatan diri, terutama dalam menghadapi cuaca yang tidak menentu.
“Kami terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait. Masyarakat diharapkan tetap waspada dan mengikuti petunjuk dari pihak berwenang,” pesan Amson.
Bencana banjir ini menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan dan koordinasi dalam menghadapi bencana alam.
Dengan langkah-langkah penanganan yang tepat, diharapkan dampak negatif dari bencana ini dapat diminimalkan dan masyarakat dapat segera pulih dari dampak yang ditimbulkan (*)
Tinggalkan Balasan