Ditulis Oleh: M. Saleh Mude, Mahasiswa PhD. di Hartford, CT, US.
Hari ini, Jumat, 22/11/24 waktu New York, saya bersama keluarga mendamping 12 mahasiswa Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (U-PTIQ) yang sudah tiga bulan tugas belajar (short course) di kampus saya, Hartford International University (HIU), Hartford, Connecticut, Amerika Serikat. Mereka terbagi dalam dua kelompok, delapan program Master dan empat program doctoral (Ph.D.). Delapan mahasiswa akan balik ke Indonesia awal Desember 2024 dan sisanya, empat mahasiswa akan balik ke Indonesia pada awal Maret 2025. Mereka belajar di HIU atas sponsor dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) di bawah program PKU-MI (Program Kader Ulama Masjid Istiqlal.
Kami berangkat dari Hartford jam 7.30 pagi dan tiba jam 10 pagi di gedung Burke Library di Union Theological Seminary, salah satu perpustakaan teologi terbesar Barat. Kami harus menunggu beberapa menit di lobby menunggu Ali Hameed, pemandu kelahiran Amerika, asal orang tuanya, Pakistan, alumni Union jurusan Islamic Studies, dan bekerja di Union Seminary.
Menjelang jam 11, Ali Hameed muncul dan memandu ami melihat beberapa sudut gedung utama Union, sebelum naik ke lantik tiga, ketemu Matthew, sahabat Dr. David Grafton yang menjelaskan sejarah enam koleksi Al-Qur’annya yang tiga di antaranya, salah satunya karya Seyyed Hossein Nasr, di cetak di era pemerintahan Syiah di Timur Tengah.
Sebelum jam 12 kami pamit menuju gedung Perwakilan (Perutusan) Tetap Republik Indonesia atau Permanent Mission of Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jarak tempuh naik bus antara gedung Union hampir 1 jam, keduanya berada di kawasan elit Manhattan, New York.
Kami tiba di Gedung PTRI jam 1 lewat, masuk kamar yang sudah disediakan, ambil air wudhu, dan shalat Jumat bersama di ruang utama bersama Pelaksana Tugas (PLT) PTRI Bapak Hari Prabowo dan sejumlah stafnya. Seusai sholat Jumat, kami dijamu makan siang dan bincang-bincang 30 menit, ditutup dengan berfoto bersama.
Saya mencatat beberapa poin sambutan Pak Hari Prabowo, “
“Selamat datang dan selamat makan siang Bapak dan Ibu. Izinkan saya menjelaskan sekilas bahwa posisi kami di sini adalah sederajat Duta Besar, yakni utusan atau perwakilan tetap Indonesia untuk PBB. Kami ada 16 orang diplomat di sini, pegawai karir dari Kementerian Luar Negeri, plus Atase Kepolisian dan Atase Militer karena kita adalah salah satu anggota PBB penjaga keamanan untuk perdamaian, sambil memperkenalkan tiga wakilnya yang selama ini menangani berbagai bidang, misalnya masalah ekonomi pembangunan, lingkungan hidup, keamanan, hukum, kemitraan negara-negara dunia ketiga, peace-building, cara meredam isu-isu sensitif, seperti dialog lintas agama, Islamophobia, dkk, yang hadir makan siang bersama kami, Pak Andi Aron, Pak Dwi Wisnu Budi, dan Evan Noorsaid.”
Setelah itu, Pak Bowo, panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa,
“Fungsi dan tugas utamanya sebagai pejabat perwakilan tetap di PBB. Tugas kami di sini sejak dulu adalah perjuangan melalui diplomasi politik global atau internasional, dimotori oleh Bapak Sumitro Djojohadikusumo, Bapak Presiden Prabowo, Agus Salim, Sujatmiko, dkk, mulai tahun 1949 aktif mencari dukungan kemerdekaan dari berbagai bangsa, dilanjutkan membuka dan memperkuat hubungan bilateral dll dengan ratusan negara.” “Jumlah negara anggota PBB hari ini adalah 193 negara,” kata Pak Evan Noorsaid.
Tentang Palestina, Pa Hari Prabowo menyatakan, “Kami di sini berdiri paling depan bersama sejumlah negara-negara sahabat yang memiliki komitmen melihat Palestina merdeka dan berdaulat, pungkas Pak Prabowo.
Seusai berfoto, kami 15 orang, saya sekeluarga tiga orang plus 12 mahasiswa dipandu oleh tiga Staf PTRI, Pak Evan Noorsaid dan dua putri yang memakai jilbab masuk Gedung PBB sekitar jam 3 hingga 4 sore. Setelah melewati proses pemeriksaan dokumen yang begitu selektif dan ketat, kami dibawa melihat dari dekat, mulai ruang sidang utama (tengah). Kami dibawa masuk ke salah satu balkon untuk melihat ke bawah seluruh isi ruangan meja bundar PBB. Saya menyempatkan diri membuat video,
“Assalamu alaikum wr. wb. Hari ini, saya bersyukur karena bisa masuk ke Gedung PBB, Gedung yang tidak semua orang bisa masuk. Saya masuk bersama istri, anak, dan 12 mahasiswa Universitas PTIQ dari Program PKU-MI Jakarta. Gedung ini menjadi saksi perjuangan para pendiri Republik Indonesia untuk mencari dukungan internasional menjelang dan sesudah kemerdekaan kita, 17 Agustus 1945.”
Evan, kemudian, membawa kami ke lantai 2, ke ruang-ruang komisi (rapat tertutup), per bidang atau isu, misalnya ekonomi, politik dan keamanan, dll. Dilanjutkan ke jalur lobi yang terdapat deretan semua bendera anggota PBB, terus ke ruangan “Indonesia-Qatar Lounge,” nama ini istimewa, karena tidak nama ruangan negara lain sejenisnya. Di dalam ruangan Indonesia-Qatar ini, ada tiga hiasan interior: 2 patung kayu asal Indonesia; karpet besar yang dipajang di dinding dari Pemerintah Iran, di sebelah kanan, dan kaligrafi besar di dinding kiri, sumbangan Pemerintah Suadi Arabia, kata Evan. Terakhir, kami dibawa ke 2 counter, toko makanan, coffee shop berdampingan toko merchandise atau souvenir berlogo PBB. Saya beli 1 t-shirt warna abu-abu ukuran L dan name tag untuk gantungan ID Card warna biru langit, warna favorit PBB.
Menjelang jam 4 kami berpisah dengan Pak Evan dkk, karena mereka ada meeting. Jam 4.30, kami pulang ke Apartemen PTRI untuk istirahat. Besok, kami memiliki beberapa agenda, tiga di antaranya, kunjungan 12 mahasiswa ke Patung Liberty; mengunjungi Masjid Al-Hikmah dan Masjid Amirul Mukminin; dan beberapa titik di kawasan Manhattan, seperti: Times Square, Ground Zero, Brooklyn Bridge, dll. Hari Minggu, 24 November, kami akan bersilaturahmi dengan Konsulat Jenderal RI New York, Bapak Winanto Adi, sebelum bergeser ke Washington D.C, Ibukota Amerika.(*)
Tinggalkan Balasan