Sebaran.com —Makassar, 30 Agustus 2023 – Masyarakat berpenghasilan rendah, terutama yang bergantung pada pekerjaan informal atau tidak tetap, semakin terperangkap dalam krisis hunian yang mengancam keberlangsungan hidup mereka. Permasalahan ini semakin mendalam akibat backlog perumahan yang semakin meningkat, menciptakan jurang antara jumlah rumah yang telah dibangun dan permintaan mendesak akan hunian yang layak.

Backlog perumahan, dalam esensi sederhananya, mencerminkan kesenjangan mencolok antara jumlah rumah yang telah ada dengan jumlah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, banyak individu dan keluarga yang masih belum mampu merasakan kemanfaatan memiliki tempat tinggal yang memadai.

Khairun Amran Diada, Ketua Bidang Kemitraan dan Mediasi dari Forum Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Sulawesi Selatan, menilai situasi ini sebagai tantangan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Terutama, saat peringatan Hari Perumahan Nasional yang ke-15 dan Hari Ulang Tahun Republik yang ke-78.

Diada berpendapat, “Situasi ini memerlukan tindakan inovatif untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat berpenghasilan rendah, terutama yang memiliki pekerjaan tidak tetap, agar dapat memiliki hunian yang layak. Sangat mengherankan, setelah merayakan Hari Perumahan Nasional selama 15 tahun dan perjuangan kemerdekaan selama 78 tahun, masyarakat masih terjebak dalam kesulitan memperoleh hunian. Kondisi backlog perumahan yang terus bertambah harus menjadi prioritas utama.”

Namun, tantangan ini tidak hanya menimpa masyarakat. Pemerintah sendiri juga terhadap keterbatasan anggaran yang menghambat upaya penyediaan hunian. Sementara lembaga perbankan, yang bertanggung jawab atas program Kredit Perumahan Rakyat (KPR), dianggap belum serius mengatasi masalah backlog perumahan, terutama untuk mereka yang berpenghasilan rendah.

Di tengah perdebatan ini, Diada mengusulkan, “Kerja sama yang lebih erat perlu dibangun, terutama dalam upaya membangun hunian terjangkau bagi pekerja informal seperti tukang sapu jalan, buruh, petugas sampah, ojek online, pedagang kaki lima, dan bahkan jurnalis. Peran perbankan tidak boleh sebatas meraih keuntungan dari program KPR yang menghasilkan miliaran hingga triliunan rupiah, tetapi juga harus memberikan dampak nyata bagi masyarakat berpenghasilan rendah.”

Pendapat Diada diperkuat oleh pengalaman Dg Ngunjung, seorang pengemudi ojek online di Makassar. Dg Ngunjung mengungkapkan bahwa ia telah menyewa rumah selama puluhan tahun. Kenaikan harga properti dan kesulitan mengakses kredit perumahan dari bank telah menjebaknya dalam situasi yang sulit.

“Kami bersedia menjadi nasabah bank untuk menabung guna memiliki rumah sendiri, tetapi kenyataannya tidak semudah itu. Kami berharap pemerintah dan lembaga perbankan yang menjalankan program KPR bersama-sama menemukan solusi, agar kami yang tergolong dalam masyarakat ekonomi lemah memiliki kesempatan memiliki tempat tinggal sendiri,” tandasnya dengan harapan tulus.(*)

Dapatkan berita terbaru di Sebaran.com